Bercinta dengan Calon Istri Orang – Part 2

Cerbung Sex – Dalam hati aku tersenyum dengan kalimat “ingin membantu..” yang diucapkannya. “Santi, aku hanya ingin pergi berdua denganmu, sekali saja.., sebelum kamu benar-benar menjadi Yoga. Agar aku bisa melupakanmu”, kataku memohon. “Kita kan sama-sama sudah ada yang punya, Mas.., nanti kalau ketahuan gimana?” Nah, kalau sudah sampai disini saya merasa mendapat angin. Kesimpulannya dia masih mau pergi denganku, asal jangan sampai ketahuan sama Yoga. “Seandainya ketahuan.. aku akan bertanggung jawab, Santi”, setelah aku memeluknya lagi. Dan kali ini dia benar-benar pasrah dalam pelukanku. Malah membalasku.Telapak perlahan-lahan mengelus punggungnya dengan mesra, sementara bibirku tidak tinggal diam menciumi pipi lalu turun ke lehernya yang jenjang. Eksanti mendesah.

Aku menciumi kulitnya dengan penuh nafsu. mulutku meraup. Eksanti diam saja. Aku melumat saat, lalu aku menjulurkan lidahku perlahan-lahan berjalan perlahan seperti mempersilakan lidahku untuk menjelajah rongga. Nafasnya tidak teratur ketika lidahku memilin lidahnya.

Kesempatan ini saya gunakan untuk membelai payudaranya. Perlahan-lahan telapak tangan saya tarik dari punggungnya melalui ketiaknya. Tanpa berhenti mendekat, telapak tangan kini sudah berada di sisi payudaranya. Aku benar-benar hampir tidak bisa menguasai birahiku saat itu. Apalagi aku sering membayangkan kesempatan seperti saat ini terulang lagi bersamanya. Kini tangan kami sudah berada di atas gundukan daging di atas penyerangan.Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, justru yang seperti ini yang paling indah menurutku.

Pada saat saya mulai meremas payudaranya yang kanan, tangan Eksanti mencoba menahan aksiku. Payudaranya masih kencang dan membuatku semakin bernafsu untuk meremas-remasnya. “Mas, jangan sekarang Mas.. Santi takut..”, katanya berulang kali. Saya juga merasa tindakanku saat itu betul-betul nekat, apalagi pintu kamar masih terbuka setengah. Jangan-jangan ada orang lain yang melihat perbuatan kami. Wah, bisa gawat jadinya. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana.

Aku tipe laki-laki yang suka terburu-buru dalam berbagai hal, khususnya dalam masalah percintaan. Aku kini duduk di kursi sofa menghadap Eksanti, sedangkan Eksanti masih di atas kasur sambil memperbaiki rambut dan kaosnya kuningnya yang agak kusut. “Mas, mau ngajak Santi ke mana sih”, Eksanti mengungkapkan. “Pokoknya tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengganggu ketenangan kita, Santi”, jawabku sambil memandang permukaan yang baru saja aku remas-reMas. Eksanti duduk sambil bersandar pada kedua tangan di belakang untuk menahan beban. Payudaranya jadi tampak menonjol. Aku memandang nakal ke arah payudaranya sambil tersenyum. Kakinya diluruskan hingga menyentuh telapak kakiku.“Tapi kalau ketahuan.. Mas yang tanggung jawab, yaa..”, katanya menuntut penjelasanku lagi. Aku mengangguk.

“Terus kapan jalan-jalannya, Mas?”, “Gimana kalo besok sore jam 4, besok ‘kan Jum’at, bisa pulang lebih awal ‘kan?”, tanya. “Ketemu di mana?”, tanyanya penasaran. “Kamu telepon aku, kasih tahu kamu lagi dimana saat itu, lalu aku akan bertemumu di sana, bagaimana?”, tanya lagi. Dia tersenyum, “Wah, Mas ternyata pintar banget untuk urusan begituan.”, Aku tertawa. “Tapi aku nggak mau kalau Mas nakalin aku kayak dulu lagi!!,” tegasnya. Saya namun pura-pura mengiyakan, soalnya tadi saya merasa besok saya sudah bisa menikmati kehangatan tubuh Eksanti seperti dulu lagi. besok sengaja aku memilih waktu hari karena aku ingin mengajaknya menginap, kalau mau. Namun aku diam saja, yang penting dia sudah mau aku ajak pergi, tinggal penyelesaiannya saja.Lagian kenapa harus minta tanggung jawab, aku tidak melakukan apa-apa dengannya, pikirku lagi. Ah, lihat besok sajalah.

Pukul 3 siang, akhirnya aku harus kembali ke kantorku, memang Eksanti juga meminta aku segera pulang karena dia juga takut jika tiba-tiba Yoga memergoki kami sedang berdua di kamar. Namun sebelum pulang aku masih sempat menikmati bibir Eksanti sekali lagi waktu berdiri di samping pintu. Aku malah menekan tubuh Eksanti hingga punggungnya bersandar di dinding. kesempatan ini aku gunakan untuk menekan kejantananku yang sedari tadi butuh distribusi ke selangkangannya. oleh majalahsex.com Tetapi hal itu tidak akan berlangsung lama karena situasinya memang tidak memungkinkan. Di kantor.., di rumah.. aku selalu gelisah. Kejantanan saya terus menegang membayangkan apa yang telah dan akan saya lakukan terhadap Eksanti nanti.setiap hari, saat aku menunggu tibanya saat bertemu, aku merasa waktu begitu lambat.

Aku mulai gelisah ketika 15 menit telah lewat, namun Eksanti belum juga meneleponku. Aku mulai menghitung detik-detik yang berlalu hingga hampir setengah jam, dan tiba-tiba handphoneku berbunyi. saya mengangkat telepon itu. Dari seberang sana aku mendengar suara Eksanti yang sangat aku nanti-nantikan. Eksanti meminta maaf sebelumnya, karena kesibukannya hari itu tidak memungkinkan baginya untuk pulang dari kantor lebih awal. Banyak pekerjaan yang menumpuk, karena kemarin tidak masuk ke kantor. Saat itu ia memintaku untuk bertemunya di sebuah wartel dekat pertigaan di seberang kantornya. Aku langsung menyambar kunci mobil, lalu keluar dari kantorku dan menghadap ke wartel tempat di mana Eksanti sedang menungguku.

Aku memarkir mobil di depan wartel itu, dan tak lama melihat aku melihat Eksanti keluar dari wartel, dengan memakai kaos ketat warna oranye Mickey Mouse (di bagian depan tokohnya, pakaian favorit jeans warna abu-abu. Blazer bekerja ia lepas, dan ditenteng bersama tugas kerjanya. Aku masih ingat, ia memang selalu tampil ke kantor denganpakaian santai setiap hari. Eksanti langsung naik ke atas mobilku, setelah tidak ada orang lain yang melihatnya di tempat itu. Aku tersenyum melihatnya. ini Bibirnya tidak dipoles dengan lipstik merah seperti biasanya. Ia hanya menyapukan lipgloss tipis, yang membuat jantungku semakin deg-degan.Aku segera menancap gas menuju tol ke arah Ancol. Selama perjalanan, aku dan Eksanti tentang berbagai hal, termasuk Yoga dan kehidupan keluargaku.

Sesampainya di Ancol aku mengajak Eksanti untuk makan di sebuah rumah makan di tepi laut yang nuansa romantisnya sangat terasa. Tanpa canggung lagi aku memeluk pinggang Eksanti, pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Eksanti juga membantukan memanfaatkan di pinggangku. Setelah memesan makanan dan minuman, aku memeluknya lagi. Tanganku bergerilya di sekitar pinggangnya yang terbuka. Suasana lesehan di rumah makan itu, yang ruangannya disekat menjadi beberapa tempat dengan pembatas dinding bilik yang tinggi, membuat saya bisa bertindak dengan leluasa kepada Eksanti. “Tadi malam mimpi lagi, nggak?”, tanyanya memecah keheningan. “Tidak, tapi aku sempat gelisah nggak bisa tidur karena terus membayangkanmu”, jawabku tanpa malu-malu.Eksanti tertawa sambil memainkan mencubit pinggangku.

Hari sudah menjelang malam ketika kami meninggalkan tempat itu. Setelah berputar-putar di sekitar lokasi pantai, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar pada sebuah pondok di kawasan Ancol. Semula Eksanti menolak, karena dia takut kalau kami tidak bisa menahan diri. Aku akhirnya berharap Eksanti bahwa sebenarnya aku hanya ingin berdua saja dengannya, sambil memeluk tubuhnya, itu saja. Akhirnya Eksanti mengalah. Ketika kami telah berada di kamar cottage itu, Eksanti tampak jadi pendiam. Dia duduk di atas kursi memandang ke arah laut, sementara aku rebahan di atas tempat tidur.

Bersambung…

***

Baca Juga


MAINKAN SLOT GACOR 2025


This will close in 8 seconds

This will close in 0 seconds