Cerita Seks Bersambung – Berbeda dengan Dollah yang sedang dilanda orgasme, Latifa merasa sangat terhina dan terpaksa menghirup sperma ayah tiri yang saat itu sangat dibencinya. Cairan kental hangat itu bagai tak henti menyembur dari lubang di puncak kemaluan Dollah, memenuhi kerongkongan Latifa, terasa sepat agak asin dengan bau khas sperma laki-laki. Pertama kali merasakannya membuat perawat cantik berkudung ini tersedak ingin muntah. Namun Dollah bukan anak kemarin sore yang baru masuk usia belasan – kedua tangannya dengan sangat kuat segera memegangi kepala Latifa yang berjilbab sehingga Latifa jadi tak berkutik sama sekali, penis Dollah yang memang besar tetap memenuhi rongga mulut mangsanya dengan sempurna sehingga tak ada ruangan bagi Latifa untuk melepehkan cairan yang dirasakannya sangat menjijikkan itu.
Latifa hanya dapat mencakar-cakar lemah kaki Dollah dengan kukunya yang rapih terawat karena lengan atasnya telah ditindih dan ditekan ke kasur dengan kasar oleh lutut ayah tirinya sehingga tidak banyak dapat digerakkannya untuk melawan. Teguk demi teguk air mani Dollah terpaksa harus ditelannya karena jika tidak maka pasti akan masuk memenuhi dan mencekik jalan nafasnya. Latifa mengharapkan agar nasibnya dijarah kedua lelaki itu telah berakhir disini, namun dugaannya itu sia-sia belaka – ini baru babak pertama penderitaannya.
Setelah sang ayah tiri menarik penisnya dari rongga mulutnya, maka kini giliran sang kakak tiri menagih bagiannya dengan tentunya mendapat bantuan dari sang ayah. Dollah berlutut di samping kiri badan Latifa dan tetap mencekal menekan kedua nadi putri tirinya yang langsing diatas kepalanya yang masih tertutup jilbab dengan tangan kanannya ke kasur, sementara tangan kirinya kembali mengusap-usap buah dada korbannya, Dollah meremas-remas, memijit-mijit dan menyentil-nyentil puting Latifa.
Serangan bertubi-tubi ini kembali menunjukkan hasilnya karena bagaimanapun Latifa berusaha menekan gejolak birahinya, namun tubuhnya yang bahenol penuh dengan hormon kewanitaan kembali mulai mengkhianatinya. Kedua putingnya yang memang selalu mencuat ke atas dirasakannya semakin hangat gatal dan geli menginginkan ada tangan yang meremasnya. Namun karena tangannya sendiri di rejang ke kasur, maka yang dapat dilakukannya secara tanpa disadari adalah melentingkan tubuh bagian atasnya sehingga buah dadanya semakin membusung keatas.
“Hehehe, nikmat ya, Nduk? Enggak usah malu-malu deh, enak ya pentilnya dirangsang, ntar lagi abah sama Ali pingin ngerasain susu asli, nih abah bantuin supaya keluar susunya,” Dollah bersenyum cabul lalu menundukkan kepalanya dan mulai menyusu di bongkahan payudara Latifa, mulutnya menyedot-nyedot sambil sesekali menggigit puting susu Latifa yang begitu merangsang.
“Aaah, auuw, oooh, udah dong abaah… jangan diterusin, enggak mauu… jangaaaan, lepasiiin, iieeempppphh, eeehhmmmp, jangaaan!” keluh si gadis cantik tanpa daya sambil terus menggeliat-geliat penuh keputus-asaan. Namun itu semua hanya makin memacu nafsu birahi dan kebuasan kedua lelaki pemerkosanya.
Sementara itu, Ali telah menempatkan diri diantara kedua paha Latifa yang begitu halus mulus dengan kulit putih kuning langsat. Kedua tangannya tak henti-henti mengusap-usap betis belalang Latifa – menyentuh dengan mesra kemudian meneruskan elusannya semakin naik ke arah paha, naik dan terus naik menuju ke arah selangkangan Latifa. Nafas kedua lelaki jahanam itu semakin berat mendengus-dengus melihat indahnya bukit kemaluan Latifa – bukit intim itu ternyata licin karena selalu dirawat dan dicukur tandas oleh sang empunya.
“Wuuiiih, memang lain ya perawat dari kota, memeknya kelimis begini, pasti sering diurut dan mandi spa ya?! Abang pengen nyicipi air celah perawan, pasti manis madunya, betul enggak, Neng?” goda Ali.
Tanpa menunggu jawaban, Ali merebahkan diri diantara kedua paha Latifa dan mendekatkan wajahnya ke arah selangkangan yang begitu merangsang nafsu setiap lelaki yang melihat itu. Ali menelungkupkan diri di antara kedua paha mulus yang dipaksa untuk dibuka lebar, betapapun Latifa berusaha mengatupkannya, namun tenaganya kalah dengan kedua lengan Ali yang sangat berotot.
“Emmmhhhh… emang bener, harum banget nih mémék, pake sabun apa sih, Neng? Atau selalu diolesin minyak wangi ya?” tanya Ali sambil mulai mengecup dan menciumi bukit kemaluan Latifa. Lidahnya yang kasar tak kalah dengan sang bapak mulai menjelajahi bukit gundul kemaluan Latifa, Ali menjilat dan membasahinya dengan ludahnya, telaten ia menelusuri celahnya yang masih rapat karena belum pernah diterobos siapapun. Bibir kemaluan luar pelindung celah kewanitaan Latifa mulai dibuka oleh jari-jari Ali disertai dengan jilatan naik turun, sesekali berputar, merintis jalan memasuki bagian dalam yang berwarna kuning kemerahan.
“Jangaaan, udaaaaah, sialaaaan, anjiing semuanya, enggak malu dua lelaki main keroyokan dengan perempuan!! Oooooh, udaaaah, stoooop, jangan diterusin, aaaaaah!” Latifa semakin menggeliat geli dan menahan gejolak naluri kewanitaannya yang semakin lemah menginginkan penyerahan total.
“Baguuus amat nih mémék, haruuuum, enggak ada bau pesing sedikitpun, enggak seperti punya lonte desa, rejeki banget bisa ngerasain yang kaya begini,” Ali menjilat semakin ganas sambil menceracau tak karuan. Gerakan paha mulus Latifa yang mengatup membuka tak teratur tak dipedulikannya karena penjelajahannya kini semakin dalam sampai lidahnya menemukan tonjolan daging kecil berwarna merah jambu yang tersembunyi diantara lipatan bibir kemaluan Latifa bagian dalam.
“Ini dia yang gue cari dari tadi, horeeee akhirnya ketemu juga butir jagung paling lezat… eeeemh, cuppp, cupppp, legitnya nih daging… si neng rupanya enggak disunat ya, jadi ngumpet tuh butir jagung. Tapi udah ketemu nih, jadi perlu diberikan pelayanan extra ya, Neng.” demikian sindir Ali yang kemudian tak berkata-kata lagi karena asyik menjilati kelentit Latifa yang semakin terlihat menonjol keluar.
“Aaaaaah, lepaaaaas, lepaaaaaskan, jangaaaan, enggaaaak mauuuuu, oooooooohh, emmmppfhhhh,” suara teriakan putus asa Latifa menggema di malam yang dingin itu, namun tetap dikalahkan oleh bisingnya suara hujan menimpa atap rumah, ditambah pula semakin seringnya gema petir dan guntur yang menggelegar menakutkan.
Dollah yang kembali tak sanggup menahan syahwatnya melihat tubuh Latifa yang telanjang bulat putih mulus meronta-ronta tak berdaya berusaha melawan rangsangan kakak tirinya yang dengan asyik melumat dan menggigit-gigit kelentitnya yang semakin lama semakin memerah, kembali mendekap dan menciumi mulut putri tirinya itu sehingga teriakan Latifa segera teredam.
Sementara itu Ali terus meningkatkan rangsangannya terhadap klitoris Latifa – dijepitnya daging mungil amat peka itu diantara bibirnya yang tebal dan dowér, kemudian dijilatinya dengan penuh nafsu dan semangat sambil sesekali digosok-gosoknya kelentit yang semakin membengkak itu dengan kumis baplangnya dan juga janggutnya. Terutama janggutnya yang hanya tumbuh beberapa milimeter, bagaikan sapu ijuk kaku sehingga sentuhannya dirasakan oleh Latifa ibarat klitorisnya sedang digosok dengan sikat – itu tak dapat ditahan lagi oleh pusat susunan syaraf Latifa yang kini sedang dipenuhi oleh hormon birahi kewanitaannya.
Jutaan bintang kini meledak dihadapan matanya mengiringi gelombang orgasme bagaikan angin taufan menghempas tubuhnya yang melambung ke atas, Latifa mengejang beberapa menit ibarat terkena aliran listrik tegangan tinggi, jeritan yang seharusnya melengking, tertahan oleh mulut dan lidah Dollah, hingga akhirnya badan Latifa melemas dan terhempas kembali ke atas ranjang , menggelepar bagaikan orang sekarat.
Inilah saat yang telah dinantikan oleh kedua lelaki itu – sampai taraf ini mereka akan meruntuhkan pertahanan Latifa : dari perempuan alim berjilbab yang belum pernah disentuh lelaki menjadi wanita binal mendambakan kehangatan tubuh lelaki.
Sesudah itu mereka akan bergantian dan juga sekaligus menikmati tubuh Latifa namun dengan cara lebih mesra dan hanya dimana perlu akan sedikit saja dikasari secara halus. Mereka telah telah merencanakan siapa lebih dahulu menikmati lubang yang mana, bahkan mereka sebelumnya telah melakukan undian. Dalam undian itu Dollah akan pertama merajah mulut atas Latifa dan memaksa menikmati air maninya, sedangkan Ali mengoral mulut bawah sehingga gadis malang itu mengalami orgasme pertamanya.
Setelah itu mereka akan bergantian tempat – Ali memaksa Latifa mengoralnya dan menikmati lagi pejuh lelaki kedua dalam hidupnya sementara Dollah akan merebut kegadisan putri tiri yang memang sudah diidamkannya sejak lama.
Dan babak terakhir mereka berdua akan threesome mengajarkan Latifa untuk di”sandwich” : Dollah tetap berada di bawah dan menikmati kehangatan celah kewanitaan yang baru direnggutnya , sedangkan Ali akan merenggut keperawanan Latifa yang kedua dengan menembus lubang bulat kecil di belahan pantatnya.
Dalam pelaksanaan maksud jahat mereka itu, keduanya telah sepakat bahwa Latifa akan mereka telanjangi terkecuali jilbab di kepalanya – ini akan memberikan lebih rasa kebanggaan dan ego yang tersendiri : mereka berhasil menjarah seorang gadis alim dan taat tata susila, merebut keperawanannya dan diakhir pergulatan mereka akhirnya si gadis menjadi wanita dewasa yang ke arah dunia luar tetap terlihat alim berjilbab namun di dalam tubuhnya telah terbangun nafsu birahi bergejolak, membuatnya menjadi wanita binal.
Kedua lelaki ayah dan anak itu saling berpandangan penuh kepuasan melihat korban mereka tergelimpang lemah lunglai dilanda kenikmatan. Untuk beberapa saat bahkan keduanya tak perlu memegang, merejang atau bahkan menindih tubuh Latifa, karena si gadis yang telah mandi keringat akibat orgasme pertamanya itu sedang “menderita” kelemasan. Tubuh Latifa yang sedemikian sintal dan bahenol hanya kejang-kejang lemah tanpa busana disertai sesenggukan tangisnya – saat itu tak sadar harus melindungi auratnya yang sedang dijadikan kepuasan mata para pemerkosanya.
Kini Ali dan Dollah menukar posisi mereka untuk memulai babak kedua aksi mereka : Ali dalam posisi rebah setengah menyamping di sisi kiri Latifa, memegangi kedua tangan Latifa di atas kepala yang masih terhias jilbab satin hitam. Tangan kiri Ali kini mendapat kesempatan untuk ekspedisi naik turun gunung daging putih yang disana sini agak merah akibat jamahan kasar Dollah tadi. Sesuai dengan rencana maka Ali kini mempermainkan buah dada mangsanya dengan lebih halus daripada ayahnya.
***
Baca Juga
- Cerita Dewasa Bersambung: Kenikmatan Tante Girang
- Cerita Seks Bersambung Birahi Ibu dan Anak
- Cerita Panas Bersambung Bugil dengan Pembantu
- Novel Dewasa: Seks Teman Kantor
- Cerita Dewasa: Seks Kebaya Merah
- Cerita Panas: Tukang Kebun Besar Kali
- Novel Erotis Istri Selingkuh
- Wattpad Dewasa Ngentot Anak SMP
- Cerbung Ngeseks Dengan Kakak Dan Adik Kandungku
- Ketahuan Coli Jadi Ngewe sama Bibi
- Ngentot Ukhti di Hutan
- Istri yang Diperkosa Supir
- Dibantu Intan di Kamar Mandi
- Hilangnya Perawan Pramugari