Cerita Ngentot Bersambung – Adik kami yang paling kecil dengan penisnya yang belum disunat itu tetap bisa mengacung dengan keras. Dengan telaten mama lalu membimbing Bobi untuk mendekatinya.
“Bobi tau kan ini namanya apa?”
“I-iya ma, ini titit”
“Hihihi.. iya Bobi, atau penis, disebut kontol juga boleh” ajar mama pada anak
bungsunya itu. Bobi mengangguk-angguk.
“Nah… masukinnya ke dalam sini” sambil mama menunjuk kearah vaginannya yang tebal dan penuh bulu kemaluan itu.
“Terus kalau yang keluar pipis yang putih kental tadi itu apa ma?”
“Hihihi… itu namanya sperma sayang, kalau Bobi masukin penisnya ke dalam sini terus keluar pipis kental tadi, suatu saat bisa jadi anak di dalam sini.. namanya bikin anak, hihihi” terang mama lagi. Aku jadi gemetaran membayangkan kalau mama hamil oleh anak-anaknya sendiri.
“Oooh.. gitu ya ma? Jadi yang di dalam perut mama itu dari Papa ya Ma?” tanya Bobi dengan lugu. Padahal itu bukan anak dari Papa, bahkan mengetahui Bobi dan Andra juga bukan hasil dari Papa agak membuatku tak nyaman. Tapi memikirkan kalau mamaku yang cantik ini sudah pernah dibuahi bermacam-macam lelaki malah semakin membuat aku terangsang.
“Eemmm.. i-iya Bobi..” jawab mama berusaha menutupi kegugupannya sambil
melirik kearahku seolah ingin aku tak membuka rahasia ini. Sedang kulihat Pak
Jupri di belakangku masih terus terkekeh-kekeh saja melihat kami, muak rasanya melihat tua bandot itu melecehkan kami.
“Ma, Bobi pengen bikin anak juga yah ma..”
“Hihi, sini sayang.. kita bikin anak yah..” mama menerima Bobi sambil mengambil posisi telentang dengan melebarkan kedua pahanya. Sambil mama menuntun Bobi untuk berada naik ke atas tubuhnya, Bobi pelan-pelan mengarahkan penisnya pada mulut vagina mama.
“M-maa.. g-gelii..”
“Pelan-pelan aja sayaang.. gak usah buru-buru..”
Kulihat Bobi seperti gemetaran saat penis mungilnya mulai masuk ke dalam
vagina mama, di tempat dia dilahirkan dulu. Pemandangan yang ganjil tentunya
melihat tubuh wanita dewasa sedang disetubuhi oleh seorang anak kecil,
apalagi itu adalah ibu dan anak kandung. Sambil memeluk mamaku dengan perut yang membuncit itu, tak lama kemudian badan Bobi mulai mengejang.
“Maa.. maaa…”
“Enak yah sayang?”
“I-iya, maa.. Bobi mau pipis lagii..”
“Iya sayang, pipisin mama yah.. pipis di dalam perut mama..” jawab mamaku
sambil terus membelai pundak Bobi yang seketika itu langsung menegang
tubuhnya, sepertinya ia sudah menumpahkan pejunya ke dalam vagina mama. Melihat pemandangan tak wajar ini malah membuatku semakin ingin ikut
berganti posisi untuk berada di atas mamaku. Sungguh gila, aku kini tak
memikirkan lagi bahwa yang kuinginkan ini adalah sesuatu yang sangat
terlarang.
Kini giliran Andra yang terlihat sudah tidak sabar untuk menggagahi mama kandungnya sendiri. Bahkan seperti terhipnotis oleh kecantikan dan kemolekan mama dengan perut buncitnya, Andra yang sudah SMP itu mulai agak berani meminta mama untuk menungging seperti ketika mama melakukan dengan Pak Jupri. Melihat mama begitu sabar dan telaten membimbing kami membuatku semakin terpesona dengan pesona dan sifat keibuannya. Semakin membuatku ingin menyayanginya lebih, tidak hanya ingin merasakan hangatnya tubuh mama, tapi ingin memberikan kepuasan juga pada mama seperti yang diberikan oleh Pak Jupri, bahkan aku ingin lebih dari si bandot tua itu.
Andra yang tak lama bertahan menghadapi rangsangan dari mama akhirnya ambruk dan menyingkir untuk memberikan giliran terakhir padaku. Inilah saat yang kunanti-nantikan. Sambil mendekati mama aku terus melihat wajah mamaku yang cantik, bahkan dengan berpeluh keringat dan make up yang luntur itu justru semakin membuat mama terlihat menggoda.
“Andii.. kamu sudah sunat kan sayang?”
“I-iya ma.. kenapa?”
“Pelan-pelan aja yah goyangin mamanya.. hihi..”
“Kenapa harus pelan ma?” tanyaku bingung sambil melihat wajah mama yang
bersemu merah.
“Emm.. Kalau sudah sunat kan burung kamu bakal lebih sensitif… mama pengen kamu agak lamaan mainnya sama mama… yah?” pinta mama sambil menggigit bibir bawahnya dengan tingkah yang menggemaskan. Mama terlihat seperti bukan mamaku lagi, tetapi seperti wanita yang sedang menggoda seorang lelaki untuk menikmati persetubuhan ini.
Tak tahan mendengar ajakan mama akupun mulai memegang pinggul kanan kiri mamaku. Masih dengan posisi merangkak membelakangiku, dengan telaten sebelah tangan mama terjulur dari celah kedua paha mulusnya menggenggam batang kontolku dengan lembut. Dituntunnya penisku ke arah mulut vaginanya. Tubuhku langsung berdesir begitu kepala kontolku menyentuh permukaan vagina mama.
“Udah siap sayang? Dorong pelan-pelan yah” dengan bersuara lembut mama
memintaku untuk mendorong masuk. Benar yang mama ucapkan, aku merasakan sensasi yang sangat luar biasa ketika penisku menyeruak masuk ke dalam lubang peranakan mama. Aku merasakan dinding hangat sedang menjepit dan mengurut-urut batang pelirku di dalam sana. Seperti tak sadar aku mulai kalut dan menggerakkan pinggulku sampai akhirnya mama menahan dengan memegang pinggulku.
“Pelan-pelan aja sayang… nanti kamu cepet loh pipisnya, hihi”
“Iya ma… Aku udah hampir pipis ma..”.
“Hahaha! Dasar perempuan lacur… anaknya sendiri dimakan, hahaha!” pak
Jupri kembali meledek kami.
“Iiih, kan mas yang suruh tadii.. iya kan Andi?” Aku tidak ingin mempedulikan
omongan pak Jupri, aku hanya ingin meresapi nikmatnya menggenjot ibu
kandungku ini.
“Hahaha! Ya udah, lo nikmatin aja perzinahan sama anakmu itu… gue pengen lihat, sampai sekuat apa anakmu itu.. Heh, Andi! Kalo ngentotin mamamu
itu jangan pelan-pelan, kayak om donk… yang kuat, genjot terus… entotin
sampai mamamu jejeritan kayak anjing lagi kawin.. hahaha!” Semakin lama hinaan lelaki tua itu pada mamaku semakin menjadi-jadi, tapi semakin menghina kurasakan nafas mama malah semakin berat dan gerakannya pinggul juga lekuk-lekuk lenting tubuh mama juga semakin erotis.
Melihat mamaku semakin mendesah tak karuan dengan goyangan pinggulnya yang semakin kencang membentru-bentur pahaku membuatku hampir mencapai puncakku. Membayangkan mamaku yang mau-mau saja tubuh seksi dan cantiknya ini dinikmati orang-orang seperti Pak Jupri dan entah siapa lagi yang sudah menggagahinya membuatku semakin kuat mencengkeram pinggul mamaku. Aku kesetanan menggauli mamaku sendiri.
“Andih.. Andiih.. Aahhh.. Paah.. Uuuhh..” Racau mama tak karuan tiap kali kugenjot tubuhnya yang membuat buah dadanya dan perut buncitnya menggantung indah itu terpelanting maju mundur.
“Genjot terus Andi! Yang kasar Ndi, jangan kasih ampun mamamu itu… rumah gedongan, suami kaya raya, punya anak, tapi kelakuan kayak lonte, mau
ngentot sama siapa aja, hahaha!” leceh pak Jupri lagi.
“Ngghhh.. Andiii.. aaahh!” jerit mamaku akhirnya menegang dan melekukkan
tubuhnya, aku juga menyusulnya karena aku tak tahan lagi melihat reaksi mamaku yang dihina-hina seperti itu malah jadi terangsang hebat. Sambil menghujam dalam-dalam penisku hingga kurasakan ujung kepala otongku kepentok sesuatu di dalam sana dan kusemburkan semua peju ke dalam peranakan mama yang sudah berisi seorang adik itu. Yaitu adikku sendiri, dari lelaki yang bukan papaku.
Selesai bertempur habis-habisan dengan mamaku, mamaku ambruk menyamping untuk melindungi kandungan dalam perutnya, sedang aku menyamping menghadap mamaku yang masih mengambil nafas dengan tubuh mengkilap berpeluh keringat. Aku tidak lagi mempedulikan orang sekitar kami saat ini. Aku tahu kalau kedua adikku itu terpaku melihat persetubuhan kami
berdua. Tinggal menunggu waktu saja mereka akan meminta lagi pada mama.
. . .
Hari semakin malam dan gelap, lampu di rumah yang besar ini belum dihidupkanj uga, kecuali lampu kamar mama. Di mana para penghuni rumah ini masih berkumpul dan tak keluar kamar dari semenjak siang tadi. Semenjak siang penghuni rumah yang berkelamin laki-laki sibuk menyetubuhi satu-satunya wanita di rumah ini, yaitu mama. Sedang para penghuni-penghuni pria itu tak lain adalah anak-anak kandung mama sendiri, aku dan kedua adikku Andra dan Bobi.
Sepeninggal Pak Jupri sore tadi karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan
istri dan anaknya itu, kami masih terus berada di dalam kamar mama. Terus
bermain berempat bersama mama hingga tak ingat waktu lagi. yang kami ingat
hanyalah kemolekan dan keindahan mama ketika sedang saling kami setubuhi
dengan bergantian. Kadang secara bersamaan sekaligus. Rasa kagetku pada
mama kini sudah sirna. Aku sudah tak perduli senakal apa mamaku ini
sebenarnya, yang penting mama masih menyayangi kami dan masih mau membagi waktu untuk kami. .
“Udah puas anak-anak mama?”
“Udah ma.. tapi malam ini aku tidur di sini yah ma?” ujar Andra yang diikuti oleh
Bobi.
“Waah.. bisa-bisa kita berempat nanti malah gak bobok doonkk..”
“Yaah mamaa, boleh dong… nanti aku bilangin Papa lho” ujar Bobi yang persis
meniru omonganku waktu itu.
“Eeeh, kecil-kecil anak mama udah suka ngancem mamanya yah? Sini deh, mama peluk semuanya.. tapi awas yah, jangan bilang papa! Hihihi”
“Horeee!” seru mereka berdua seolah seperti memiliki mainan baru, aku hanya
tersenyum kecil melihat tingkah mereka yang begitu bahagia mendapat perhatian dari mama.
Aku antusias bagaimana kami akan melewati satu minggu tanpa papa di
rumah. Pastinya hari-hari kami akan selalu dipenuhi cerita perzinahan ibu dan
anak-anaknya. Bahkan mungkin setelah papa pulang nanti kami akan terus
melakukannya diam-diam di belakang papa. Entah itu hanya antara mama
dengan anak-anaknya, ataupun beserta pak Jupri juga, atau bakal ada pria lain
lagi?? Entahlah… Apapun itu kasihan papa, tapi mau gimana lagi, kami udah
terlanjur asik sih.
Pa, maafkan kami yah, batinku menatap foto pernikahan papa dan mama di tepi ranjang.
“Kamu ngelamun apa sih Ndi? Sini peluk mama”
“Eh, iya ma… hehe”
Tamat
Baca Juga
- Cerita Dewasa Bersambung: Kenikmatan Tante Girang
- Cerita Seks Bersambung Birahi Ibu dan Anak
- Cerita Panas Bersambung Bugil dengan Pembantu
- Novel Dewasa: Seks Teman Kantor
- Cerita Dewasa: Seks Kebaya Merah
- Cerita Panas: Tukang Kebun Besar Kali
- Novel Erotis Istri Selingkuh
- Wattpad Dewasa Ngentot Anak SMP
- Cerbung Ngeseks Dengan Kakak Dan Adik Kandungku
- Ketahuan Coli Jadi Ngewe sama Bibi
- Ngentot Ukhti di Hutan
- Istri yang Diperkosa Supir
- Dibantu Intan di Kamar Mandi
- Hilangnya Perawan Pramugari