Cerita Seks Bersambung – ”Maaf tadi saya berlaku kurang ajar. Habisnya, tubuh Ustazah begitu indah. Baru kali ini saya dapat pasien yang sanggup bikin saya lepas kendali.” kata dokter Pram dengan sangat terus terang.
”Emm, tidak apa-apa, dok. Saya juga minta maaf, saya bisa mengerti kok.” Ustazah Nur melirik selangkangan sang dokter yang kini tepat berada di sudut matanya, tampak benda itu sudah sangat menggembung, besar sekali. Apapun sesuatu yang ada di dalamnya, kini sudah terbangun dan menggeliat, menampakkan keperkasaannya. Tanpa sadar, Ustazah Nur menelan ludahnya. Bayangan penis yang besarnya lima kali lipat dari milik sang suami kembali menggoda pikirannya.
”Saya ingin tahu reaksi tubuh Ustazah. Bukankah tadi ustazah bilang kalau perut bagian bawah yang sakit? Benjolan itu seharusnya tidak menghasilkan efek seperti itu. Saya takut ini karena sebab lain.” kata dokter Pram.
”M-maksud dokter g-gimana?” tanya Ustazah Nur dengan terbata-bata. Matanya tetap melirik selangkangan si dokter tua.
”Saya ingin mengecek tubuh Ustazah secara keseluruhan.” kata dokter Pram.
”S-saya harus check-up lengkap, gitu?” tanya Ustazah Nur tak mengerti.
Dokter Pram tertawa, “Iya, tapi itu nanti. Untuk sekarang, saya ingin melakukan pemeriksaan secara visual. Seperti yang saya lakukan pada kewanitaan ustazah.”
Ustazah Nur terhenyak, tak tahu harus berkata apa. Dokter Pram ingin melihat seluruh tubuhnya! Apa ia tidak salah dengar? Diperiksa di bagian kemaluan saja sudah membuatnya malu setengah mati, sekarang malah dokter itu ingin melihat seluruh tubuhnya. Ini sudah tidak benar. Ia harus menolak. Seberapapun kuat gairah yang sudah menguasai tubuh sintalnya, Ustazah Nur mencoba untuk melawan. Harkat dirinya sebagai seorang wanita terhormat yang taat menjalankan ajaran agama sedang dipertaruhkan, dan ia tidak ingin kalah.
“M-maaf, dok. Sepertinya s-saya tidak bisa melakukan itu.” kata Ustazah Nur pada akhirnya. Inilah kalimat paling benar yang ia ucapkan selama 10 menit terakhir.Dokter Pram menoleh. ”Kenapa, Ustazah malu?” tanyanya.
”Bukan hanya malu, ini memang tidak boleh.” kata Ustazah Nur tegas.
”Lalu bagaimana saya harus memeriksa Ustazah?” tanya dokter Pram, mulai terlihat tidak sabar.
”Tidak usah, cukup obati benjolan yang ada di kewanitaan saya saja.” dan ngomong soal kewanitaan, Ustazah Nur jadi teringat pada lubang vaginanya yang sampai saat ini masih terbuka lebar bagi sang dokter. ”Dan tolong, tutupi milik saya.” pintanya dengan muka jengah antara malu dan jengkel.
Dokter Pram mengangguk dan tersenyum, sedikit meminta maaf. ”Ah, iya. Maaf.” segera ia menurunkan kembali celana dalam Ustazah Nur. Saat mengatur letaknya, jarinya sedikit menggesek, seperti sengaja menyentil kelentit sang ustazah untuk yang terakhir kali.
Sedikit berjengit, namun tidak bisa marah, Ustazah Nur menghela nafas lega. Untunglah, ia bisa lolos dari awal perbuatan zina.
Namun dokter Pram yang sudah mulai tergoda, tentu saja tidak akan melepaskan mangsanya begitu mudah. Apalagi di saat yang sama, Ustazah Nur yang akan menurunkan kaki dari topangan, tiba-tiba mengeluh kesakitan.
”Auw! Aduh! Aduduh! Dok… sakit!” kata perempuan cantik itu sambil memegangi bagian bawah perutnya.
”Kenapa, ustazah?” tanya dokter Pram dengan kaget. Cepat ia bereaksi, dielusnya pinggul Ustazah Nur dengan maksud untuk meredakan rasa sakitnya.Ustazah Nur yang tengah merintih-rintih, sama sekali tidak menghiraukan saat tangan sang dokter kembali menjamah kemaluannya.
”Mana yang sakit?” tanya dokter Pram sambil terus memijit-mijit pelan, kembali disingkapnya celana dalam Ustazah Nur hingga kemaluan wanita cantik itu terlihat jelas. Benjolan yang ada di kelentitnya tampak menonjol memerah. Dokter Pram segera menekannya. Tidak ada reaksi dari Ustazah Nur, sepertinya penyebab sakitnya bukan dari benda mungil itu.
”Arghhh… dok, sakit!” pekik Ustazah Nur sekali lagi, tubuhnya makin kuat menggelinjang. Sementara keringat dingin mulai keluar dari sela jilbabnya.
Dokter Pram mengangguk, ”Cepat buka baju Ustazah, biar saya periksa.”
Ustazah Nur tidak dapat lagi menolak. Rasa seperti ditusuk dan dipelintir-pelintir terus merajam bagian bawah perutnya. Membuatnya jadi benar-benar tak tahan. Maka, sambil meringis kesakitan, ia pun merelakan saat tangan kurus dokter Pram membantu mencopoti kancing bajunya.
”M-maaf, Ustazah.” kata dokter tua itu saat tangannya dengan tidak sengaja menyenggol tonjolan buah dada Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur menyingkap baju panjang dan daleman yang ia kenakan. Jadilah, dengan perasaan sangat malu namun kesakitan, ia berbaring hampir telanjang di depan dokter Pram. Hanya jilbab lebar dan beha putih susu yang masih tersisa di tubuh sintalnya. Yang lain sudah terlepas begitu mudah. Memang masih ada celana dalam, tapi benda itu seperti jadi penghias saja karena sudah tersingkap dari tadi, memperlihatkan lubang kemaluan Ustazah Nur yang sudah basah dan memerah.
Dokter Pram memandangi sejenak tubuh montok Ustazah Nur yang masih menggeliat-geliat menahan sakit. Ia perhatikan bahu ibu muda itu yang ternyata begitu bersih, putih sekali, dengan lekuk tubuh yang masih menampakkan keindahan meski baru saja melahirkan. Bulatan payudaranya tampak begitu menggoda, sangat besar sekali. Sisi-sisinya yang padat dan putih mulus terlihat jelas karena beha yang dikenakan Ustazah Nur ternyata kekecilan.Ustazah Nur berusaha membenahinya dengan mendekapkan tangan di bagian atasnya, berharap bisa menghalangi pandangan sang dokter dari tonjolan buah dadanya. ”Dok, s-sakit!” ia mengingatkan laki-laki tua itu saat melihat dokter Pram cuma diam saja tanpa bertindak apa-apa.
”Ah… eh, iya. Maaf.” tersadar dari lamunan, cepat dokter Pram memegangi tubuh Ustazah Nur. Dimulai dari bagian bawah perut. ”Katakan kalau sakit,” perintahnya.Ustazah Nur mengangguk. Bisa dirasakannya tangan sang dokter yang tengah meraba lembut kulit selangkangannya. Dilanjutkan naik ke atas menuju bukit kemaluannya. Dokter Pram seperti meraba-raba rambut kemaluannya sebelum tangannya terus naik menuju ke bagian bawah pusar. Disini dokter Pram menekan sedikit, membuat Ustazah Nur sedikit berjengit namun tidak berteriak kesakitan.
”Nggak sakit?” tanya dokter tua itu melihat pasiennya yang cuma terdiam.
Ustazah Nur menggeleng. Wajahnya memerah karena merasakan usapan tangan dokter Pram yang seperti menggelitik lubang pusarnya. Namun itu cuma sesaat, karena dokter itu sudah keburu melanjutkan rabaannya. Kali ini makin ke atas. Setelah memenceti sisi perut Ustazah Nur yang ternyata tidak berefek apa-apa, dokter Pram menggerakkan jari-jarinya ke pangkal dada Ustazah Nur yang masih tertutup bh.
”Maaf ya, Ustazah. Boleh saya…” ia meminta ijin untuk memegangi payudara Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur mengalihkan pandangannya ke samping. Tidak sanggup untuk melihat saat dokter Pram ingin menjamah bagian penting dari kewanitaannya. Kalau saja tidak sedang dalam kondisi genting dan kesakitan, tentu ia tidak akan mengijinkannya.
Merasa mendapat restu, dokter Pram pun mengulurkan tangan. Pelan ia taruh jari-jarinya di atas gundukan payudara Ustazah Nur yang sebelah kiri. Ditekannya pelan dengan selembut mungkin. Saat melihat tidak ada reaksi, ia memindahkan tangannya sedikit lebih ke samping. Kembali ditekannya pelan. Begitu terus hingga seluruh bagian payudara Ustazah Nur yang besar dan mengkal itu berhasil ia jelajahi. Rasanya sungguh nikmat dan empuk. Meski masih tertutup bh, tetapi tetap tidak bisa menghilangkan keindahannya.
Bersambung… – Part 5 –
***
Baca Juga
- Cerita Ngentot Bersambung : Mamaku Idamanku dan Tetangga
- Cerita Seks Bersambung Birahi Ibu dan Anak
- Cerita Panas Bersambung Bugil dengan Pembantu
- Novel Dewasa: Seks Teman Kantor
- Cerita Dewasa: Seks Kebaya Merah
- Cerita Panas: Tukang Kebun Besar Kali
- Novel Erotis Istri Selingkuh
- Wattpad Dewasa Ngentot Anak SMP
- Cerbung Ngeseks Dengan Kakak Dan Adik Kandungku
- Ketahuan Coli Jadi Ngewe sama Bibi
- Ngentot Ukhti di Hutan
- Istri yang Diperkosa Supir
- Dibantu Intan di Kamar Mandi
- Hilangnya Perawan Pramugari