Cerita Seks Bersambung – Ali meraba dan membelai payudara berkulit halus itu dengan penuh kemesraan ; ibarat seorang ahli benda purbakala sedang menilai cawan porselen dynasti Ming yang sangat langka, mengusap-usap dengan sangat hati-hati. Jari-jari tangan Ali menaiki lerengnya yang terjal dan dengan lembut menuju ke arah puncaknya yang berwarna merah kecoklatan, ia menyentuhnya sedemikian perlahan dan halus seolah ingin menambah kemancungan dan ketinggiannya. Dan memang Latifa mulai mendesah mengeluh perlahan dengan mata masih setengah tertutup karena merasakan buah dadanya mengalami godaan yang sangat berbeda dengan kekasaran yang dialaminya tadi oleh Dollah.
“Wah, ini tedoy emang betul yahud, legit dan kenyal banget. Bisa dijadikan guling nih, sambil nyusu anget, pasti lebih sehat dari susu kaleng. Enggak tahan lagi nih, mau néték dulu ah, boleh ya?” celoteh Ali sambil meremas kedua buah dada dan bergantian menyedot menggigit kedua puting merah mencuat milik Latifa, menyebabkan Latifa semakin menggelinjang meronta tapi semua sia sia saja.
Sementara itu Dollah telah menempatkan diri diantara paha Latifa – mulutnya dengan bibir tebal berkilat karena berulang kali dibasahi oleh lidahnya sendiri ibarat ular python telah menemukan mangsa.
Latifa masih di dalam keadaan setengah ekstase akibat orgasme menyadari apa yang akan segera dialaminya, ia berusaha lagi memberontak sekuat tenaga tapi tetap tak berdaya menghadapi kedua lawan yang demikian kuat dan sedang dipenuhi oleh hawa nafsu dan bisikan iblis.
Dollah kini berusaha menekan nafsu iblisnya dan bertindak seolah seorang suami di malam pengantin akan merenggut mahkota kegadisan istrinya. Diciuminya secara bergantian telapak kaki Latifa, jari-jari kakinya, betis langsing halus mulus, paha licin putih, naik melusur ke atas ke arah selangkangan Latifa yang tercukur rapi.
Kini Latifa mulai merasakan malu sehingga tak terasa pipinya yang basah airmata merona merah, malu karena tubuhnya tanpa dikehendaki dan diluar kemauannya sendiri mulai merasakan pengaruh rangsangan dari ayah dan saudara tirinya. Selangkangan Latifa yang masih terasa pegal kaku karena tadi dipaksa membuka oleh Ali, kini kembali dipaksa menguak. Kedua pahanya yang sekuat tenaga ingin dirapatkan, telah dipaksa lagi dipengkang sehingga terasa ngilu. Kedua lutut Latifa menekuk dan diletakkan di bahu kiri kanan Dollah – sementara mulut dowérnya semakin mendekati mengendus-endus lipatan paha Latifa sampai akhirnya menempel di bukit Venus putri tirinya itu.
“Duuuuh, sialaaan! Ini mémék emang buatan alam kelas satu, enggak pernah ngeliat bukit gundul licin kayak gini. Pinter banget ngerawatnya, hmmh… kalo mau tetep tinggal disini, ntar abah cukurin tiap hari, terus langsung dijilatin. Mau ya, Nduk? Mmmmmh, udah keluar madu lagi, duuuh manisnya, Nduk!” Dollah berceloteh sendiri sambil mulai menjilati kemaluan Latifa. Lidahnya yang kasar menyapu dan menyelinap diantara celah bibir kewanitaan Latifa, menjilati dinding yang telah licin akibat madu pelumas disaat orgasme beberapa menit lalu, ditelusurinya bibir bagian dalam vagina kemerah-merahan itu, menuju lipatan atas dan akhirnya menemukan apa yang dicarinya.
Kembali Latifa diterpa rasa kegelian yang tak terkira, klitorisnya yang beberapa saat lalu menjadi sasaran lidah Ali sehingga memaksanya naik ke puncak orgasme, kini dilanjutkan dan diulang kembali. Ibarat seorang yang baru dipaksa mendaki, akhirnya mencapai puncak gunung, tapi tak diberikan waktu istirahat untuk menuruni tebing ke bawah – kini mulai lagi diseret dan dipaksa sekali lagi mendaki ke arah puncak. Latifa tak rela diperlakukan seperti ini, dikutuknya kelakuan kedua lelaki yang sedang menjarahnya itu, namun apalah daya seorang wanita dalam keadaan seperti ini.
Latifa berusaha menekan semua perasaan nikmat yang semakin menguasai tubuhnya, badannya yang sejak tadi meliuk meronta, kini dibiarkannya lemas lunglai, ia berharap bahwa dengan memperlihatkan reaksi “dingin” itu kedua pemerkosanya akan bosan dan menghentikan kegiatan mereka. Sayang sekali lawan yang dihadapinya – terutama Dollah bukan lelaki sembarang dan ingusan, ia telah mempunyai pengalaman cukup banyak dan tahu bagaimana memaksa bangun gairah seorang wanita yang sedang dikuasainya.
Bibir Dollah yang tebal kini mengecup dan melekat di kelentit idamannya, tak dilepaskannya sasaran utamanya itu, dicakupnya daging kecil berwarna merah jambu milik Latifa diantara bibirnya, dipilinnya ke kiri dan ke kanan, ditekan dan dijepitnya dengan gemas diantara bibirnya, dilepaskannya sebentar dan digantinya dengan sapuan lidah ampuhnya, demikian terus menerus dan berulang-ulang.
Diserang dengan cara sangat ampuh seperti ini, Latifa akhirnya harus mengakui kekalahannya – rambutnya yang hitam bergelombang menjadi kebanggaannya telah acak-acakan tergerai, hanya jilbab penutupnya yang masih belum terlepas, disertai rintihan putus asa, tubuh sintal bahenolnya kembali kejang di orgasme keduanya.
“Toloooong, lepaaaaas, janggaaaan diterusiiiiiin, aaaauuuuuwww, aaaiiiihh, enggggggak maaauuu, tolooong, oooouuuuuuuw, eeemmmppffffhh!” kembali Latifa melenguh menjerit putus asa berusaha menembus bisingnya deraian hujan menimpa atap rumah, dan kembali mulutnya tertutup oleh bibir Ali yang berusaha sejauh mungkin mencium mulut adik tirinya dengan penuh kemesraan.
Dollah merasa puas melihat hasil rangsangannya – ia tahu bahwa di saat ini Latifa sedang dilanda badai orgasme lagi – dan saat ini adalah saat yang terbaik untuk menembus celah vaginanya. Tak ada rasa yang lebih nikmat bagi Dollah ketika menembus keperawanan seorang gadis pada saat otot-otot dinding vaginanya berdenyut berkontraksi karena orgasme. Saat itu adalah saat paling membahagiakan bagi pria berpengalaman : merasakan penisnya menembus liang kewanitaan wanita yang seolah dipijit diurut-urut oleh dinding nan licin basah namun masih sangat sempit dan penuh kehangatan. Semuanya itu disertai dengan wajah si wanita yang seolah-olah tak percaya dengan apa yang terjadi : nikmat sakit, sakit tapi nikmat.
Dollah kini telah berhasil menempatkan kepala penisnya yang keras, tegang berwarna hitam, dihiasi oleh pembuluh darah yang melingkar-lingkar menghiasi sepanjang batangnya. Kepala penisnya yang gundul bagaikan topi baja serdadu terlihat sangat gagah dengan lobang di tengah agak membuka seperti mulut ikan, mulai memasuki vagina putri tirinya. Mili demi mili, sang penis maju menusuk membelah celah yang belum pernah dijarah oleh lelaki manapun itu – disertai rasa kepuasan Dollah namun penderitaan bagi Latifa yang menangis tersedu-sedu, menjerit, merintih memilukan hati mengiringi kehilangan miliknya yang selama ini sangat dijaga dan diharapkannya akan diberikan kepada suami tercintanya kelak.
Habislah harapan muluk Latifa untuk memasuki malam perkawinan dengan kesucian yang utuh, punah sudah impiannya untuk meneteskan air mata kebahagiaan di dalam pelukan kekasih dan suaminya ketika dengan penuh kerelaan ia mempersembahkan mahkota kegadisannya.
Sesuai dengan rencana maka saat ini Dollah tak memperlakukan Latifa dengan kasar, ia tidak menusuk secara brutal membabi buta ke dalam vagina sang putri, melainkan agak diputar-putarnya gerakan maju mundur sang penis.
“Nikmaaat tenaaaan, Nduk… begeuuuuur teuuuiiiing no bahenoool, abaaah dikasiiiih hadiaaaah begini enaaak, ntar abah ajariiiin yang lebiiiiih mantaaaab lagi. Ayooooh goyaaaangin tuh pinggul, jangan dieeem aja. Abaaah cobaa masuuuk dalemaaaaan lagi, Neng… jangan berontaaak ya, ntaar sakit, terima pasraaah aja!!” dengus Dollah sambil dengan yakin memaju-mundurkan pinggulnya, ibarat pompa air berusaha mencari sumber di tempat yang semakin dalam. Sesekali disodoknya ke arah atas, kiri, kanan, bawah, lalu diulangnya lagi dari awal.
Gerakan ini menyebabkan dinding tempik Latifa yang sedang mengalami penjarahan pertama seolah diaduk – diulek dan digesek dengan penuh kemesraan.
Sementara Ali tetap memegangi kedua nadi Latifa sambil mulutnya tak kunjung berhenti menyusu di puting kiri kanan Latifa yang tetap mengeras bagaikan batu kerikil. Kedua lelaki itu penuh kepuasan mengamati wajah Latifa yang telah mendongak ke atas namun tetap menggeleng ke kiri dan ke kanan. Wajah cantik Latifa semakin terlihat kuyu dan lemas, hidung bangirnya kembang kempis mendengus dan bernafas semakin cepat, sementara bibirnya yang mengkilat basah setengah terbuka.
“Auuummph, aaaaaoooohh, eeemmmpppph, eeeeeengghhh, aaaaaauuuww, ssssshhhhhh, udaaaah doong, aaaahhhh, udaaaaah, saaakiiiiiiit, ngiluuuuuu, ouuuuhhh, eeemmpphh, iiyyyaaaa, auuuuw, iyaaaaa,” tak sadar lagi Latifa mengeluarkan suara khas wanita yang sedang dilanda kenikmatan birahi.
Dollah dan Ali yang rupanya telah beberapa kali mengerjai wanita secara bersama, kembali saling berpandangan dan yakin bahwa pertahanan Latifa telah hancur luluh dan kini tinggal dilanjutkan permainan seksual ini untuk mengubah Latifa dari gadis alim menjadi wanita dewasa yang bukan saja hilang rasa malunya bersenggama, namun sebaliknya bahkan tak segan segan menagih jatah untuk selalu dipuaskan.
Merasakan bahwa Latifa telah tak sanggup melawan, maka mereka berdua mengganti lagi posisi badan mereka : Ali kini setengah terlentang dengan penis telah berdiri mengacung ke udara, Latifa diangkat oleh Dollah dan diatur berlutut sambil menungging untuk “memanjakan” penis Ali, sedangkan dari belakang sang ayah tiri kembali mendorong dan memasukkan penisnya ke vagina Latifa.
Meskipun telah demikian licin basah, namun karena baru saja diperawani maka tetap terasa perih sakit disaat penis ayah tirinya mulai masuk sehingga Latifa tak sadar memekik dan melepaskan penis Ali yang sedang dikulumnya sambil menggoyang pinggul seolah ingin melepaskan diri dari penetrasi Dollah.
Namun Dollah telah memegangi pinggang Latifa yang ramping sehingga pinggulnya tak dapat digeser ke samping – sementara Ali juga dengan mantab menjambak jilbab putih dan menekan kembali kepala Latifa untuk melakukan “service” ke rudalnya yang berukuran tak kalah dengan milik ayah tirinya.
Ketika Dollah semakin dalam mendorong penisnya maka Latifa kembali merasa perih ngilu kesakitan, mungkin karena bagian selaput daranya yang beberapa menit lalu sobek kembali terbuka lukanya.
***
Baca Juga
- Cerita Dewasa Bersambung: Kenikmatan Tante Girang
- Cerita Seks Bersambung Birahi Ibu dan Anak
- Cerita Panas Bersambung Bugil dengan Pembantu
- Novel Dewasa: Seks Teman Kantor
- Cerita Dewasa: Seks Kebaya Merah
- Cerita Panas: Tukang Kebun Besar Kali
- Novel Erotis Istri Selingkuh
- Wattpad Dewasa Ngentot Anak SMP
- Cerbung Ngeseks Dengan Kakak Dan Adik Kandungku
- Ketahuan Coli Jadi Ngewe sama Bibi
- Ngentot Ukhti di Hutan
- Istri yang Diperkosa Supir
- Dibantu Intan di Kamar Mandi
- Hilangnya Perawan Pramugari